Seperti Polri, Aturan TNI Boleh Duduki Jabatan Sipil di Persoalkan di Mahkamah konstitusi:: Pemohonya Sama
Medianias.ID _ Pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) diuji ke Mahkamah Konstitusi.
Pasal yang diuji adalah Pasal 47 ayat 1 UU TNI, terkait aturan ihwal tentara dapat menduduki jabatan sipil.
Perkara ini terdaftar dengan nomor perkara 209/PUU-XXIII/2025. Pemohon adalah Syamsul Jahidin, Ratih Mutiara Louk Fanggi, Marina Ria Aritonang, dan Yosephine Chrisan Eclesia Tamba.
Para pemohon mempersoalkan pasal yang memberikan keleluasaan alternatif bagi prajurit TNI untuk menduduki jabatan-jabatan sipil tertentu, tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Perkara ini sudah melewati dua kali tahap persidangan, yakni sidang perdana pada Jumat (7/11/2025) dan sidang perbaikan pada Kamis (20/11/2025).
Menurut Syamsul dkk, Pasal 47 ayat (1) UU TNI bertentangan dengan arah kebijakan nasional yang mendorong perluasan lapangan kerja.
Mereka mengatakan masyarakat justru menghadapi maraknya PHK, meningkatnya pengangguran, dan sulitnya mendapatkan pekerjaan layak.
Sementara aturan tersebut memungkinkan prajurit TNI menduduki jabatan sipil tanpa harus mundur atau pensiun dari dinas aktif.
Menurut para pemohon, ketentuan ini memperparah ketimpangan akses terhadap jabatan sipil, membuka peluang dominasi militer dalam birokrasi, serta mengganggu prinsip meritokrasi dan kesetaraan hukum.
Mereka menilai norma ini menciptakan distorsi dalam sistem ketenagakerjaan, berpotensi menambah angka pengangguran, dan mencerminkan kegagalan negara memenuhi janji konstitusionalnya.
Selain itu, keberadaan prajurit aktif di jabatan sipil dianggap berisiko menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan, melemahkan supremasi sipil, dan memunculkan konflik kepentingan karena prajurit masih terikat sistem komando militer.
Mekanisme pengangkatannya yang tidak transparan juga dinilai dapat mengurangi netralitas birokrasi dan melanggar prinsip non-diskriminasi.
Selanjutnya, Syamsul dkk meminta MK menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU TNI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat.
Atau setidaknya dinyatakan inkonstitusional bersyarat, kecuali dimaknai bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan di bidang keamanan, pertahanan, intelijen, siber, sandi negara, ketahanan nasional, pencarian dan pertolongan, perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, Kejaksaan RI, dan Mahkamah Agung.
Putusan MK: Polri Tidak Boleh Duduki Jabatan Sipil
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisain (UU Polri) juga diuji ke MK.
Permohonan ini juga diajukan oleh Syamsul Jahidin bersama rekannya Chrstian Adrianus Shite.
Menurut mereka, terdapat anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, Kepala BNPT
Anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun.
Hal demikian menurut pemohon sejatinya bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik.
Serta merugikan hak konstitusional para pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
Dalam sidang pada Kamis (13/11/2025), MK mengabulkan permohonan mereka yang terdaftar di dalam nomor perkara 114/UU-XXIII/2025
Kini, kapolri kini sudah tak dapat memerintahkan polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil, kecuali polisi tersebut mengundurkan diri atau pensiun.
Siapa Syamsul Jahidin?
Syamsul Jahidin adalah advokat asal Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Syamsul merupakan lulusan Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah dengan IPK 3,3 pada tahun 2020.
Ia juga meraih gelar Magister (S2) Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan IPK 3,65 (2023).
Saat ini Syamsul tengah menempuh pendidikan Magister (S2) Hukum Kesehatan disekolah tinggi hukum militer (2025), serta sedang menyelesaikan studi doktoral di bidang hukum pada Universitas Borobudur.
