>


Survei LSI Denny JA, 5 Rapor Biru & 2 Rapor Merah Prabowo - Gibran


Medianias.ID _ Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka memasuki tujuh bulan pertama. Banyak kebijakan yang dilahirkan, di antaranya ada yang mendapat rapor merah dan biru, sebagaimana survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA. 

Menurut Direktur KCI LSI Denny JA Adjie Al Faraby, tujuh bulan pertama sebuah pemerintahan adalah musim semi politik. Ini waktu ketika harapan publik bertemu dengan kenyataan kebijakan. Selain itu, momen ketika janji kampanye mulai diuji oleh denyut kehidupan sehari-hari.

Survei nasional terbaru LSI Denny JA mendapati hampir seluruh responden (95,1%) menilai kondisi sosial budaya nasional berada dalam keadaan baik hingga sangat baik. Ini indikator tertinggi di antara semua sektor.

Kepuasan terhadap keamanan nasional mencapai 83,1%. Diikuti penegakan hukum (67,8%), stabilitas politik (70,8%), dan kinerja ekonomi makro (67,4%), ujar Direktur KCI LSI Denny JA, Adjie Al Faraby dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (8/6/2025).

Kelima indikator ini membentuk kerangka kokoh dari legitimasi awal. Dalam tradisi sosiologi politik, rasa aman, hukum yang berjalan, dan politik yang stabil adalah fondasi tak terlihat namun terasa. Mereka adalah dinding kepercayaan yang menopang rumah demokrasi.

Adjie mengatakan, ada dua rapor merah yang menjadi sinyal awal kegelisahan dari rumah tangga warga negara. Dua sektor strategis justru mendapat rapor merah dari public, yakni lapangan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan pokok.

Sebanyak 60,8% masyarakat merasa mencari pekerjaan saat ini lebih sulit dibandingkan tahun sebelumnya. Hanya 11% yang merasa lebih mudah, sementara sisanya tidak melihat perubahan berarti, ungkapnya.

Keresahan ini melintasi kelas sosial dan latar pendidikan. Dari warga berpenghasilan di bawah Rp 2 juta hingga mereka yang bergaji di atas Rp 4 juta per bulan, dari lulusan SMA hingga D3 ke atas. Mayoritas menyatakan sulitnya mencari pekerjaan. Bahkan, wilayah seperti Maluku dan Papua mencatatkan angka tertinggi yakni, 87% warganya menyatakan bahwa lapangan kerja semakin langka.

Sementara itu, 58,3% responden mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, sebuah tanda tekanan psikologis domestik, khususnya pada sektor konsumsi dasar. Ketika harga sembako memberatkan, angka-angka tak lagi sekadar statistik. Mereka menjadi detak jantung dari kecemasan kolektif, tuturnya.

* Empat Penyebab Rapor Merah

Adjie mengungkapkan, ada empat alasan utama mengapa tekanan ini muncul dalam fase awal pemerintahan, yakni:

1. Tahap Awal Implementasi

Banyak program unggulan - seperti Makan Bergizi (MBG) Gratis, Hilirisasi, Danantara, dan Koperasi Merah Putih—masih dalam tahap uji coba. Dampak nyatanya belum dirasakan publik. Ini program besar yang manfaatnya akan terasa tapi memerlukan waktu lebih panjang.

2. Pertumbuhan Ekonomi di Bawah Target

Di kuartal ini, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat di bawah 5%, terlalu lemah untuk menyerap tenaga kerja secara masif. Dalam politik ekonomi, angka 5% adalah garis batas antara harapan dan kekhawatiran.

 3. Ekspektasi yang Terlampau Tinggi

Terpilihnya Prabowo - Gibran dengan dukungan besar memantik harapan rakyat Indonesia yang menjulang. Namun, teori psikologi politik mengingatkan: semakin tinggi harapan, semakin keras bunyi kecewa saat realitas belum menyusul.

4.  Gelombang PHK Masif

Hanya dalam dua bulan pertama tahun ini (1 Januari – 10 Maret), 73.992 kasus PHK tercatat oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia. Di balik angka itu ada cerita anak putus sekolah, cicilan rumah macet, dan warung yang tak jadi buka.

PHK tak hanya melanda buruh, industri hotel dan restoran, tapi juga pekerja intelektual seperti wartawan.

Masukkan alamat email anda untuk menerima update berita: