Ketika Pengawas Tak Lagi Sekedar Mencatat: Inspektorat dan DD 2021.
Medianias.ID _ Nias Selatan - Puluhan kepala desa di Nias Selatan terhenyak. Dana desa yang semestinya mereka kelola demi pembangunan dan pelayanan warga, tiba-tiba raib sebagian. Nilainya bervariasi, Tanpa penjelasan panjang, pemotongan itu terjadi pada tahun 2021, atas nama ‘Rekonsiliasi’ warisan masa lalu.
Tak satu pun dari mereka memegang jabatan ketika dana itu digunakan. Yang mereka tahu, tiba-tiba saldo rekening desa mereka menyusut saat pencairan tahap ketiga. Ketika ditanya ke dinas terkait, jawabannya: "Sudah kebijakan." Maka satu per satu kepala desa narik Nafas dalam-dalam, bertanya: siapa seharusnya yang bertanggung jawab?
Di tengah simpang siur ini, satu institusi mestinya berdiri paling sigap: Inspektorat Daerah. Sebagai aparat pengawasan internal pemerintah (APIP), lembaga ini punya mandat menjaga akuntabilitas uang negara di level daerah. Tapi seberapa tajam mata pengawas ini melihat ketimpangan?
_“Kami bukan hanya mencari kesalahan, tapi mendorong perbaikan tata kelola,” kata Amsarno Sarumaha, Inspektur Daerah Kabupaten Nias Selatan, saat dhubungi lewat pesan WhatsAppnya beberapa waktu lalu._
*Menjaga dari Dalam*
Amsarno juga memberikan keterangan tertulis yang menjelaskan, Inspektorat menjalankan fungsi preventif melalui sosialisasi dan bimbingan teknis bagi aparatur desa, serta deteksi dini lewat review dan monitoring berkala. Bila muncul indikasi pelanggaran, audit dilakukan. Jika hasilnya menunjukkan kerugian dan tidak ditindaklanjuti dalam 60 hari, Inspektorat bisa melimpahkan temuan itu ke aparat penegak hukum (APH).
_“Semua ada mekanismenya,” kata Amsarno. “Kami juga bekerja berdasarkan peraturan, termasuk MoU Kemendagri, Kejaksaan, dan Kepolisian.”_
Di atas kertas, struktur pengawasan di Inspektorat Daerah Kabupaten Nias Selatan cukup rapi dan terstruktur. Lembaga ini terbagi menjadi lima bagian teknis yang disebut Irban (Inspektur Pembantu). Masing-masing Irban memiliki tugas pembinaan dan pengawasan internal terhadap sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan kecamatan, termasuk seluruh desa di wilayah tersebut. Irban I hingga Irban IV menangani wilayah teritorial,
_“Irban dibagi sesuai wilayah dan fungsi. Setiap Irban bertanggung jawab melakukan pembinaan internal terhadap kecamatan-kecamatan di bawahnya, termasuk desa-desa yang menerima dana desa,” kata Inspektur Amsarno Sarumaha._ yakni :
*Irban 1: Yulianus Tohu Ndruru*
Mengawasi seluruh desa di kecamatan:
Fanayama, Luahagundre Maniamolo, Maniamolo,Aramo, Ulususua, Amandraya, O'o'u dan Tanah Masa._
*Irban 2: Dr. Yaatulo Warae, SE.M.Ak*
Mengawasi seluruh desa di kecamatan:
Gomo, Idanotae, Ulu Idanotae, Mazo, Boronadu, Susua, Umbunasi, Pulau-Pulau Batu dan Pulau-Pulau Batu Barat._
*Irban 3: Usahati Harefa, SH*
Mengawasi seluruh desa di kecamatan: _Lolowau, Hilisalawa’ahe, Huruna, Onohazumba, Hilimegai, Lolomatua, Ulunoyo, Simuk dan Hibala._
*Irban 4: Yenni Sarumaha, S.Pd*
Mengawasi seluruh desa di kecamatan:
Teluk Dalam,Onolalu,Toma, Mazino, Lahusa, Somambawa, Sidua’ori, Pulau-Pulau Batu Utara dan Pulau-Pulau Batu Timur_Ssedangkan Irban V (Atuloo Baene SH) bersifat tematik—fokus pada pengaduan masyarakat, audit investigatif, hingga koordinasi pencegahan korupsi.
Irban bertugas memantau pelaksanaan pengelolaan keuangan desa di wilayahnya, termasuk memverifikasi laporan, melakukan review, dan mengingatkan kepala desa jika ada potensi pelanggaran, ungkap Amsarno.
Namun dalam praktiknya, tidak semua desa mendapatkan pengawasan yang setara. Salah satu alasannya adalah keterbatasan jumlah personel dibandingkan dengan jumlah desa- Yang berjumlah 459 desa dan 2 Kelurahan tersebar di 35 kecamatan. Kab.Nisel.
Selain itu, Amsarno menekankan bahwa Inspektorat juga tidak serta merta langsung menjatuhkan sanksi, apalagi dalam kasus yang belum jelas unsur pelanggarannya.
“Kalau ada potensi pelanggaran, kami beri waktu untuk diperbaiki. Kalau tetap tidak ditindaklanjuti dalam waktu 60 hari, baru kita pertimbangkan pelimpahan ke APH,” jelasnya, merujuk pada mekanisme resmi yang diatur dalam Permendagri dan MoU dengan Kejaksaan serta Kepolisian.
Struktur Irban ini sejatinya dirancang untuk memastikan tidak ada wilayah yang luput dari pengawasan.
Pengawasan mungkin terlihat kokoh, tapi lubang bisa muncul justru ketika urusan menjadi terlalu administratif. Ketika keputusan pemotongan dilakukan atas nama mekanisme pusat, tetapi tidak disaring oleh keadilan lokal.
“Pengawasan bukan untuk menghukum,” kata Amsarno. “Tapi untuk mencegah agar tidak terjadi kerugian negara.”
Amsarno juga menambahkan bahwa dalam pasal 5 Permendagri Nomor 73 Tahun 2020, pengawasan pengelolaan keuangan desa dimulai dari Masyarakat, BPD, Camat dan APIP, dengan kewenangan masing-masing.
"jadi harapan kita agar BPD dan camat melaksanakan fungsi pengawasannya, sehingga ini meminimalisir setiap persoalan yang ada ditengah masyarakat desa terutama dalam hal pengelolaan keuangan desa oleh Kepala Desa dan perangkat desa."tegas Inspektur Kab.Nias Selatan.
Kepala desa yang uangnya terpotong tentu paham maksud itu. Tapi yang mereka pertanyakan bukan sekadar definisi kerugian, melainkan: mengapa mereka yang harus membayar? (DS).
> Liputan ini adalah bagian pertama dari serial investigasi bertema "Warisan Salah, Pemotongan Jalan". Edisi selanjutnya akan mengulas: siapa yang seharusnya bertanggung jawab?